24 Maret 2011

Saya Dan Asap Udang Bakar

Saya sudah mandi, saya sudah harum, saya sudah rapi, saya sudah semuanya. Saya sudah semuanya saat saya sudah berada dia atas motor. Untuk apa saya berada diatas motor? kalian penasaran? hohho, saya sebenarnya ingin mengendarainya. Untuk apa saya mengendarainya? hohho, saya mau pergi les. Menuntut pada ilmu, karena kalau saya tidak tuntut itu ilmu, pengadilan akan menjadi pengangguran.

Jam 19:43:37 (detiknya ngaco) di malam yang agak dingin itu karena kebetulan awan yang agak hitam itu juga sedang menangis, dan untungnya saja menangisnya tidak sama dengan adik bungsu yang ketika menangis bila dicubit. Alhamdulillah...... kenapa Alhamdulillah? karena saya bersyukur awan tidak menangis seperti adik bungsu saya, karena juga bila menangis seperti itu..... selain saya basah kuyup, saya beserta adik pertama saya tidak akan bisa menuntut ilmu pada malam itu. Iya, saya lupa bilang..... saya les, menuntut ilmu, bersama dengan adik saya yang kelaminnya sama dengan ibu saya. Dan teringat lagi saya sama ini awan, ini hujan, dan ini air mata hujan. Bisa dibilang rintik2, dan itu membuat semangat saya belum tergoyahkan dan mungkin tidak akan pernah tergoyahkan sampai saya menginjakkan kaki di tempat tujuan.

Akhirnya, mulailah saya menancap gas bersama 2 teman saya yang saya ekori dari belakang, bernama Imam Al Ghyfari dan Fajar anzari..... yang namanya bisa kalian search dan add as friend di fesbuk (jika mereka tahu, seharusnya saya mendapatkan honor yang setimpal karena telah saya promosikan mereka di blog saya ini, tapi karena saya orangnya baik (amin) jadi itu tidak masalah). Ya, mereka itu dua tadi habis bermain dan ketawa ketiwi bersama saya di rumah sebelum saya pergi les layaknya saat ini. Tapi jam malam mengharuskan mereka juga menemui orang tuanya yang mungkin sudah khawatir karena ini anak dua sudah nongol di rumah orang tua saya setelah menuntut ilmu2 yang ada di sekolahnya.

Dikarenakan takdir yang memisahkan rumah orang tua kami, akhirnya di pertigaan kami berpisah. Imam dan Fajar yang satu jalur membuat mereka pulang bersama untuk sementara..... sedangkan saya pergi berdua dengan adik saya selepas memberi salam persampai-jumpaan pada anak 2 itu tadi. Ya, akhirnya mulailah saya mengarungi aspal2 Makassar.

Kondisi malam di Makassar dibandingkan paginya sangat berbeda...... berbeda jauh. Tahukah kalian apa bedanya? bedanya adalah, saat malam.... Makassar agak gelap, kadang malahan gelap sekali, sedangkan saat pagi, makassar agak terang, agak panas, dan kadang sangat panas, kadang juga sangat panas sekali, kadang juga' terang sekali, tapi pernah juga mendung, pokoknya banyaklah. Tapi saat ini, Makassar di malam hari terlihat penuh kilau2. Itukah dari kendaraan sampai lampu2 jalan yang berbaris kurang rapi di pinggiran jalan. Membuatku cukup bersemangat melewati malam ini. Melewati mereka2 para pengendara alat2 transportasi yang berbeda wajah dengan saya. Namun, pikiran saya itu buyar segera. Kenapa bisa? ya, itu karena tiba2 saya membaui bau yang menurut saya itu tidak sedap dan tidak mengenakkan di hidung. Bau yang tercium setelah saya melewati salah satu warung makan di samping kiri saya yang tidak mungkin engkau tahu di mana warung makan tersebut dikarenakan saya tidak punya niat untuk memberitahunya kepada kalian. Kucium baik2, itu bau udang.

Belum pernah kah kuberitahu pada kalian semua, saya alergi sama udang. Mulut, lidah, langit2, dan gigi saya (sepertinya, gigi tidak termasuk) jadi gatal semua dibuatnya. Tapi, itu kalau kukonsumsi, masuk ke mulut. Sepertinya asap takkan berpengaruh. Tapi ya, itu cuma pikiran sementara.

Ya, akhirnya sampailah saya di tempat les tempat saya akan berbacot-bacotan bahasa inggris dengan guru dan teman. Memang, ini tempat les bahasa inggris, bukan bahasa timur leste, karena bila ini tempat les bahasa timur leste, pasti ibu saya tidak tertarik dan saya yakin memang tidak akan pernah tertarik untuk mendaftarkan saya di sana. Tapi, membicarakan ini membuat saya lupa bahwa saya sudah menaiki tangga menuju kelas saya yang tentunya berada di lantai atas. Kudapatkan kelasku yg sudah dirimbuni teman2 saya yang mempunyai berbagai jenis kelamin dan guru saya yang terlihat sedang menunjuk-nunjuk pada papan tulis. Ya, beliau mengajar dengan wajah mudanya. Ohh iya, kenapa kelas ini sudah tampak ramai dan proses belajar tampak pula sudah dimulai. Hohho, kalian benar.... saya terlambat, terlambat sampai, terlambat datang, terlambat menghayal, terlambat naik tangga, terlambat memasuki kelas, terlambat untuk berpikir bahwa saya memang terlambat. Dan setelah kusesali semua perbuatan tidak terpuji itu selama mungkin kira-kira 7 detik, akhirnya saya membuka pintu... (ohh iya Lupa, tadi seharusnya ditambahi lagi 'terlambat buka pintu') Kuucapkan salam yang berbunyi "Assalamualaikum" dalam hati. Tapi betapa berdosanya mereka, mereka satupun tidak ada yang membalas salam saya yang merdu dan malah hanya berteriak-teriak tak jelas setelah melihat sosok saya yang memasuki kelas. Ohh iya, saya lupa..... saya tak jadi membilangi mereka 'berdosa' dehh, kan saya lupa bahwa saya tadi memberi salam dalam hati. Kau tahu dalam hati? yang cuma Allah SWT dan saya saja yang tahu, yang pastinya manusia2 dalam kelasku ini tidak mendengar salamku yang seenaknya saya puji sebagai salam yang merdu. Tapi itu tidak penting, yang penting saya selamat masuk di kelas.

Akhirnya saya duduk di atas bukan meja, maksud saya saya duduk di atas kursi. Kursi yang berguna untuk menopang pantat saya, yang seminimal-nimalnya menahan kentut saya sehingga bila itu terjadi, sianida dalam bentuk gas yang pernah dipakai dalam perang ke-2 tidak merasa tersaingi dan teman2 saya dalam kelas tidak mati syahid karena mereka sedang menuntut ilmu dan mati syahid ato konyol karena tiba2 kentut saya menusuk hidung mereka dan mematikan kinerja otaknya. Tapi sekali lagi saya katakan kalau itu tidak terjadi, saya tidak kentut di sini (berarti...... di tempat lain?) dan saya tidak akan tega meracuni teman2 dan guru saya. Dan dengan cepatnya saya sadar kalau sekarang saya seharusnya menuntut ilmu di sini, menuntut bahasa amerika ini, dan malah tidak seharusnya saya diperkenankan untuk berbicara tentang kentut.... walau memang yang memperkenankannya adalah diri saya sendiri. Sudah sudah, ini memang salah kursi.... kursi yang menyebabkan saya berbicara tentang kegunaan-nya menahan kentut dan akhirnya malah membicarakan panjang lebar tentang kentut itu sendiri. Kita tinggalkan saja topik itulah, karena itu bisa menjatuhkan pamor saya menurut pembaca.

Ya, kita kembali dalam aksi saya dalam kelas. Kau tahu apa yang saya sedang lakukan? saya sedang sibuk mencakar. Tunggu dulu, ini kan bukan pelajaran matematika, kenapa bisa mencakar? arghh, perlu diketahui bahwa sebenarnya saya sedang mencakar diri saya sendiri. Bahasa formalnya, 'menggaruk'. Ya, apa pula yang menyebabkan diri saya menggaruk garuk badan sendiri selain kutu, tidak mandi, dan mandi, tapi di got. Ohh, salah salah.... tidak pada ketiganya. Saya tidak punya kutu (tapi cacing banyak), dan saya juga mandi kok.... saya kan anak yang rajin menjaga kebersihan tubuh, dan juga saya memang mandi tapi tidak di got. Saya juga punya kamar mandi yang dulu pernah tukang batu bikin karena orang tua saya yang membayarnya. Bukan karena orang tua saya kejam, tapi memang itulah kerja dari tukang tersebut. Dia senang dapat uang, saya juga senang bisa bisa menabung dalam hasil karyanya, semua senang kok.

Jadi, apa gerangan yang membuat saya menggaruk sana sini? ohh, aku ingat..... keganjilan yang saya lewati tadi, yang saya anggap itu adalah sebuah gangguan. Ya, saya teringat sama udang asap, ehh.... maksud saya asap udang bakar yang saya lewati tadi. Bukan berarti saya mengingatnya karena saya jatuh cinta kepadanya, tapi malahan saya menganggap benda itu (si asap) yang menyebabkan badan2 saya bentol2 merah begini. Masalahnya, ini pertama kalinya saya begini, dan pasti kecurigaanku jatuh pada udang dan asapnya itu.

Teman saya yang duduk di samping saya bernama Mubayyinul Haq, yang biasa saya panggil inul ato inoel. Jangan lah kau teringat pada kata daratista, ngebor, pantat, dangdut, ato semacamnya lah. Saya tahu, kalian pasti berpikir macam2, tapi janganlah begitu karena manusia itu adalah teman saya dan dia itu laki2. Ya, dia laki2 yang berkata sama saya "we, faran.... kenapa muka'mu bentol2 begitu".... saya jawab dengan menceritakan kembali apa yang tadi saya curigai yang membuatnya bertanya kembali "alergi udang ko kah?" dan menghasut saya untuk membuka mulut dan menjawab "iya".

Arghh, saya semakin stress, kurasakan  memang bentol2 yang ada di wajah saya, tangan saya juga gatal2, yang penting saya di sana waktu itu seperti orang mandi kembali.... ya, mandi garukan.

Akhirnya saya ingin izin untuk mencuci muka' saya di kamar mandi, mungkin bisa mengurangi dampak bentol2nya. Setelah menemukan toilet, disitulah saya berkesimpulan bahwa itu adalah toilet dan mungkin bisa dibilang nama lain dari kamar mandi karena memang kau sebenarnya bisa mandi didalam sana kalau kau bawa handuk, underware, pakaian ganti, sabun, shampo, dan sikat gigi-mu. Tapi itu takkan saya lakukan karena memang saya tak berpikir itu untuk diri saya sendiri, saya cuma ingin mencuci muka saya.

Akhirnya kunyalakan air keran dan turunlah air terjun kacil-kecilan yang saya pegang itu air dan kubasuh -lah di wajah saya. Tiba2, mata saya tertuju pada sabun cuci tangan yang saya tidak tahu kenapa bisa ada di situ dan kenapa saya mulai mendapatkan solusi yang cukup cemerlang. Betul, saya crot2 itu sabun cuci tangan ke tangan saya. Hohho, tidak tidak.... saya bukan ingin mencuci tangan, mentang2 ini sabun cuci tangan. Saya timbuni muka' saya dengan sabun itu, dan gosok2 sampai berbusa, dan kemudian bilas lagi karena saya tidak mungkin langsung menyudahinya dan masuk ke kelas dengan wajah penuh busa layaknya orang salah minum baygon.

Akhirnya, sesudah membilas.... saya kembali ke kelas, masuk ke kelas dan kembali duduk di kursi kelas semula layaknya tak pernah terjadi apa2. Tapi, sepertinya masih sedikit gatal dan garuk2 kembali terjadi. Si inoel bilang "agak mendingan mi", tapi itu terdengar seperti penenang buat saya saja.... karena memang dari tadi muka' saya seperti mau makan orang. Bukan berarti saya lapar atau saya kanibal, tapi saya stress sangat. Saking stress nya, saya seperti mau makan ini bentol2 di muka saya. Tapi, apa daya.... Akhirnya aku tahu mengapa Allah menciptakan mulut tepat berada di wajahku dalam keadaan normal layaknya manusia lain. Ya, mungkin supaya memang saya tidak akan bisa betul2 memakan bentol2 di muka saya ini.

read me next time =P

Tidak ada komentar:

Posting Komentar