25 Desember 2011

Saya Dan Malam Minggu

Sekarang malam minggu, dimana semua orang memuja dan mengagungkannya. Seperti memaksa bahwa disetiap malam minggu itu harus spesial. Hahha, kasihan memang kalo kesannya harus dipaksa. Ya kayak saya ini, orang yang menghabiskan malam minggunya berinrovert di dalam rumah, tapi tentu nda' akan ramai tanpa teman2 member rumah saya ini, yang kayaknya rajin datang dengan niat mengisi tangki perut. Menyinggung tentang kata 'introvert', seperti salah ya... kan ada teman saya yang temani.

Ohh iya, inilah malam minggu yang sangat dipaksakan.. dipaksa supaya menyenangkan, padahal otak dan hati sudah panas mendidih karena rasa kesal. Yoetss, kesal yang biasa, yang umum lah... banyak kejadian begini dan pasti sudah basi di kalangan anak remaja, yaitu berkelahi dengan orang tua. Ya nda' tonjok2an ato tendang2an pastinya, nah itu sudah menjadi kekerasan dalam rumah tangga. Hmm, wajar kayaknya kalau orang tua saya marah... nilai rapor jelek, main dengan teman sampe malam...... ehh, itu saja kayaknya... dan lagian main sama teman sampe malam itu saya anggap larangan konyol kekanak-kanakan yang ditakdirkan jatuh kepada saya. Larangan yang sebenarnya dulu tidak ada itu menjadi ada karena kesalahan kecil. Gara2 saya, saya yang lupa mengunci pintu rumah. Saya dimarah-marahi waktu subuh. Ibu melotot, sedangkan saya yang stengah teler mencoba untuk terlihat memperhatikan dan menikmati amarah (bahasa sopannya 'pengertian'). Hmm, sepertinya waktu itu si mamak saya marah besar.... kau tahu gunung fuji, besar kan... tapi tidak sebesar itu, dan kau tahu Pluto si mantan planet, yak... sebesar itu, sebesar itu marahnya padaku. Ya walau besar2 gitu juga rasa kekebalan saya makin terlatih lahh Insya Allah. Pernah juga yang sebesar merkurius, atau juga mungkin saya nda' sadar pernah ada yang sebesar matahari, tapi untuk apa diingat... nanti malah dendam, ya Allah manusia genis apa yang sedurhaka itu. 

Em... marah mengenai rapor, itu marah yang wajar sekali sekali sekali. Nilai fisika saya 52, sedangkan KKM-nya 75 atau 76 itu (lupa)... gwahahha, what a stupid human like this, 52, bwahahha... siapa coba' orang tua yang nda' nyesal lahirin anak yang punya nilai pelajaran sekolah kayak gini, siapa coba', siapa.... sampe saya harap punya title anak pungut dalam kardus mengambang di got dangkal itu jadi pilihan terbaik untuk menghindari rasa ketidakenakan saya terhadap kekecewaan orang tua saya. Ada juga nilai merah yang lain, ya walau saya sempat mikir kalau ada sesuatu yang janggal dan tidak fair saat sudah membandingkan dengan rapor teman saya yang lainnya. Ya, bisa dibilang ini cuma rapor sementara, kami diberi waktu selanjutnya untuk mengurus nilai yang merah sama guru2 yang bersangkutan. Tapi itu bukan morfin, bukan penenang, bukan apapun yang membuat kita berfikir positif dan sok2 beroptimis ria sambil mengoceh kata2 santai penuh hikmat dan bijak dalam otak sendiri. Alhasil yang namanya rapor sementara itu sama dengan kualitas otak sementara selama proses pembelajaran satu semester ini, dan tentunya yang dapat nilai hina itu harus pula bisa betah sama hina2an dan ocehan penuh kata2 mutiara dari orang tua nanti. Tunggu sampai mereka merubah ekspresi, mata terbelalak, alis naik tingkat, gigi taring tumbuh perlahan, suara parau bas bas mezosopran (ngasal), dan tiba2 melengking sambil memakai kombinasi perubahan mimik dan gestur yang sudah saya sebut tadi. Mereka bisa berkata sesuka hati dan memakai ekspresi apapun sebebas sendi putar, sedangkan kita.... harus pasang muka cemberut atau minimal straight face lah.. kalau senyum, kita bisa dikira anak psikopat yang bergairah dan menikmati setiap tutur kata amarah dan luapan emosi orang lain, dan terakhirnya pas orang tua tidur kita malah membunuh mereka pake gunting kuku. Arghh, menghayal bukan lah waktu yang tepat untuk saat ini.

Kembali ke kita di posisi pemarahan, telinga terasa lebih baik menikmati radiasi handphone sambil ngobrol sama pacar khayalan (saya nda' punya pacar) sampe telinga keluar darah daripada menikmati (menyerap) amarah2 yang di semprot2 orang tua tanpa rasa pri-ke-anak-an. Hati kegilas, hati keserempet, hati kecincang-cincang, semua dahh. Apalagi sampai mereka ngungkit kesalahan kita di masa lalu yang sebenarnya gak ada hubungannya sama sekali dalam dekade ini. Ada lah yang waktu nginap di rumah sepupu lupa bawa handuk sama sikat gigi, ada yang waktu saya bungkus nutri jell pake' tisu, ada juga' yang lupa bawa kolor ama plastik pas selesai renang, sampai ada juga' yang waktu saya berak celana dalam WC (pembodohan).

Arghh... ingin rasanya kembali ke masa lalu dan memperbaiki hal2 tersebut supaya punya masa lalu yang indah tanpa cekaman. Tapi mau diapa, kita bukan anak berkaca mata cengeng yang beruntung dihantuin sama Doraemon penuh keajaiban. Fujiko F. Fujio dulu juga' pasti dimarahin sama emaknya karena di kepalanya khayalan semua.

Jujur, saya lagi marah sambil ngetik ini semua..... ahh, bohong kok, saya sudah baekan daritadi. Apa ya, di kepala saya itu kok selalu kebayang pertanyaan2 yang gak bisa dijawab. Kenapa ya orang tua lebih memilih egonya di kondisi yang emosional dibandingkan pengertian dan simpatinya terhadap anak hasil sperma dan ovum mereka sendiri. Mereka marah2 seolah-olah kita sengaja dapat nilai jelek, di sekolah gambar tai bentuk krim ice cream sambil ketawa2 mata melotot teriak2 "saya bodoh saya bodoh!!! bwahhaha!!!". Ironis, takdir anak sinting yang sebenarnya cuma bersinting-sintingan dalam khayalannya. Saya sumpah kecewa amat, liat nilai sendiri anjlok kayak babi terbang obesitas jatuh ke dasar jurang nan hitam pekat. Pengen rasanya robek2 tuh kertas, baru bakar jadiin api unggun sambil dikelilingin lari2 kecil kayak orang indian, iya, pengennya begitu... pengennya!!! Tapi apa yang saya mau kasih ke orang tua pas dia nanya' "mana rapormu?!!" (tanda serunya lebih banyak dari tanda tanya'nya) nah saya kayak orang bego' penuh suara jangkrik kemudian bilang "saya sudah bakar untuk keperluan example proses pembuatan api unggun darurat untuk anak2 pramuka ingusan di sekolah, bu'". Brrr, itu ide ter-brilliant dari yang ter-brilliant2 yang pernah saya fikir. Tentu saya harap jawaban orang tua lebih brilliant lagi, misalnya "bodoh, rapormu itu tak cukup untuk membuat api unggun yang spektakuler, bakar pula ulangan2mu yang lain", atau "nilaimu jelek ya, kenapa tidak dirimu saja yang kau bakar...". Hohho, bakar saya lah kalau begitu, kerasa saya manusia paling beruntung* di muka bumi, di anus bumi malahan. Buruknya, sepertinya tidak ada orang atau tepatnya 'teman' yang bisa di ajak bersosialisasi. Ya , bersosialisasi, bukan curhat. Tidak ada satupun, mereka semua sudah larut dengan kebahagiaan malam minggu mereka masing2, mereka sudah tidur sambil tersenyum, mimpi indah ala bollywood atau kerajaan langit dan cerita dongeng semacamnya. Sedangkan saya, mimpi buruk dalam keadaan sadar. Hahha, bukannya mau membandingkan, tapi sebenarnya saya ini anak edan paling beruntung sejagat raya lho. Mana ada coba' orang tua yang seprihatin kayak orang tua saya, yang peduli amat sama saya, mana ada.... Tidak ada. Saya egois memang, saya sombong, orang tuamu pada cuekan semua, bwahha... biar kalian mati orang tua juga gak bakalan nangisin, paling beras ama lauk pauk dijadiin utang dunia akhirat. Gwahha, atau itu kejadian yang datang untuk saya nantinya, iya, saya bisa dikasi begitu, pantas kok, nah saya jadi anak kerjanya cuma tidur makan berak tidur makan kentut. Apa coba' yang bisa dibanggakan, ngabisin sisa makanan orang lain, kentut untuk pewangi ruangan, ato ngeborosin oksigen dunia lewat ngembangin lubang hidung.

Yak, itu saya yang sedang stress, karena saya memang mudah stress. Itu pikiran hasil manipulasi godaan setan yang saya ketik supaya saya ingat betapa setan-nya saya kalau mikir begitu, dan... betapa setan-nya kalian jika berfikir sama dengan sebelumnya. Hayati saja, yang kalian atau saya anggap amarah orang tua itu adalah senyawa yang diledakkan dengan suara keras dan dilentangkan dengan penuh perasaan. Ekspresi suram mereka adalah bentuk penyadaran untukmu bahwa mereka tak meminta banyak darimu. Mereka cuma kecewa, pengorbanan apa segala macam sudah dikerahkan nah kita lah yang yang menikmati dan hasilnya pula yang ditunggu mereka, hasil yang memuaskan. Keringat dan darah mereka sebenarnya cuma saya harus ganti dengan sesuatu yang membuat mereka tersenyum puas, salah satunya nilai fisika (khusus buat mama' saya). Gampang, tinggal belajar susah amat, rasa malasnya saja yang susah dibendung. Hahha, saya kira akan terus mengetik ini sambil ngutuk bilang dunia itu nggak adil atau celaan labil lainnya, Alhamdulillah Allah kasih petunjuk untuk orang kurang bersyukur kayak saya. Nah tu', Allah emang baik super... sampe nyadarin saya kalau saya kurang bersyukur. Nah, tinggal saya yang bego', sudah sadar kurang bersyukur dan tetap meneruskan longoan atau segera cepat ambil air wudhu, shalat, habis itu dzikir, mengedahkan menengedahkan menge.... arghh, saya lupa istilahnya, mengangkat tangan, bersyukur sepenuh hati, tobat minta ampun sama semua dosa yang diingat dan tidak diingat, baru habis itu terakhir komat kamit minta ini itu, kamera, cita2, kebahagiaan, kebahagiaan orang tua (hampir lupa), baju distro satu kardus, sama semuamuanya yang enak2 dan menyenangkan lah. Aamiin Ya Allah, Ya Rabbi... Sukron Ya Allah, sukron ya... orang tua (bahasa arabnya lupaa).

Ohh iya, saya lupa shalat Isya sampai saat ini. Kacau benar, dan saya juga masih ngetik... brrr, ya sudah teman2 dan orang tua orang tua, saya si anak paling beruntung di dunia pergi dulu *merangkakkeWC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar