27 Agustus 2019

Saya dan Ban Waktu

Kalau sedang lihat ban, tiba-tiba jadi teringat akan licin-nya waktu, apalagi ban motor yang sedang ditunggangi pembalap kebelet buang air raksasa, laksana waktu tak kasat mata yang menuakan raga diam-diam disaat kita tertidur, dan saat kupulang menatap cermin, helai janggutku sudah semakin beranak pinak.

Tak ada yang pernah memanggilku tua sampai saat ini kecuali batin dan lidahku sendiri. Menyadari ketuaan adalah salah satu fenomena yang sempat terlupakan ketika kesibukan dunia mengambil alih perhatianmu dalam waktu yang cukup lama, walau ternyata hanya sebentar.

1 semester hanya sekedar menjadi satu digit angka setelah 0, hanya 1, satu itu sedikit, satu nasi itu sedikit, tapi tak sedikit kalau bersyukur (semoga nyambung). Kesibukan kuliah nan duniawi membuatku lupa bahwa 'sama dengan' 1 semester adalah 6 bulan.
6, ya cukup banyak.
6 nasi juga lumayan banyak, apalagi disyukuri, apalagi ditambah 6 tempe, tambah 6 ayam, tambah 6x bersyukur.

Sampai detik ini, sudah beberapa semester yang terlewati, sudah berapa bulan, saya tidak tau, atau tidak mau tau, mungkin karena malas, ataupun karena berhitung itu memalaskan.

Intinya, ternyata sudah berkali kali bumi ini berotasi dan berovolusi, memusingkan tanah dan lautnya sehingga tak sadar semakin tua.

Suatu hari, otak tak ingin nganggur ketika fisik sedang berada dalam kesempatan beristirahat pada hari libur. Mulai terasa aura-aura gloomy yang menyamankan, esensi kesendirian yang membahana di setiap hirupan nafas, benih relaksasi secara perlahan menumbuhkan diri dalam bentuk selimut yang kemudian perlahan namun pasti segara menjalar ke seluruh anggota tubuh, melezatkan diamnya raga, memerdukan sunyinya suasana.
Ohhhhh, mungkin ini yang disebut temanku sebagai 'meditasi-nya', walaupun tak pernah secara sengaja aku melakukannya. 

Di saat seperti ini, otak akan tiba-tiba menjadi sok jenius. Tak jarang otak menghasilkan rekayasa batin alamiah yang secara otomatis berbicara dalam kepalaku sendiri dengan lawan bicara, yaitu diriku sendiri. Walau secara logika batinku itu adalah hasil pembuahan ke-sok tahuan diriku, yang jogres dengan pengetahuan-pengetahuan yang kuketahui selama ini.

Batin ini, tak tau apakah dia adalah muda penuh semangat ataukah dia adalah tua nan bijaksana, tak tau apakah dia adalah protagonis ataukah antagonis, tak tau apakah introvert ataukah extrovert, tak tau apakah dia batin milikku ataukah bisikan milik musuh kita yang nyata.



P.S:
Ketikan lama mi ini, ndattau tahun berapa.
Mungkin 2015 atau 16
Berdebu sekali mi di Draft gara-gara tertunda penyelesaiannya.
Sekarang mau kuselesaikan, kulupa mi lanjutanna.
Ya berarti nda bakal terlanjut mi

Yak, sudahmi.
Itu ji bacotanku.
Malasma menulis.

Daghh!!

(Kenapa daghh di, pake 'g', nda dahh saja)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar